yeah, This is me with an eagle.. so cool right?
this is one of vehicle at Eco-Green Park.
Eco
-Green Park is one of many tourism at Batu City East Java.

i have many experiences from this place, we can get many knowledge and science. so, don't worry, let's come and enjoy it :)
orang selalu berkata "Be Positive" but adakah yang menyadari bahwa terkadang menjadi negatif itu penting ??? 

Be Negative !!! mungkin terdengar agak tabu... tapi ketahuilah pada konteks situasi tertentu kata ini begitu brilian....
jika diperhatikan baik-baik, kalimat itu akan membawa manfaat bagi orang-orang yang tidak salah kaprah dalam mengartikannya.... 


cara mudah untuk menggambil "sisi positif dari kata Be Negative"itu adalah dengan menerapkan teori matematika.....
ingat kembali pelajaran matematika ini....
- x - = + dan - x + = -

jadi, apabila kita padukan kata yang berasumsi negatif dengan kata yang berasumsi positif akan menjadikan sebuah kata motivator yang positif. Misalnya kata Jangan dan kata menyerah akan menjadi frase yang bermakna positif yaitu " Jangan Menyerah ". Dan pada kata yang berasumsi negatif lainnya misalnya "tidak" dan kata berasumsi positif misalnya "berhasil" maka akan menjadi frase yang bermakna negatif yaitu "tidak berhasil".
maka, mulai sekarang renungilah kata-kata dibawah ini................
"Be Negative... so you will know what is the Positive... Look behind that... then twist it !!!!"


(Inspiration by "Naomi Susan_Be Negative")


BAB II

DASAR TEORI


2.1     Peta Topografi
Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada posisi yang sebenarnya. Mengenai pengukuran melalui titik kontrol yang telah menguraikan cara-cara penempatan titik kontrol yang dibutuhkan untuk pengukuran melalui titkik kontrol yang dibutuhkan untuk pengukuran pemetaan topografi. Pemetaan topografi yang di buat berdasarkan koordinat yang telah ditentukan pada pengukuran titik kontrol.
Pemetaan topografi merupakan suatu pekerjaan yang memperlihatkan posisi keadaan planimetris diatas permukaan bumi dan bentuk diukur dan hasilnya digambarkan diatas kertas dengan simbol-simbol peta pada skala tertentu yang hasilnya berupa peta topografi.  
 Peta topografi mempunyai ciri khas yang dibuat dengan teliti (secara geometris dan georefrensi) dan penomorannya berseri, standart. Peta topografi mempunyai peta dasar (base map) yang berarti kerangka dasar (geometris/georefrensi) bagi pembuatan peta-peta lain.
2.2     Orientasi Lapangan
Sebelum melaksanakan kegiatan pengukuran, berbagai persiapan diperlukan agar pengukuran dapat berjalan lancar.  Beberapa tahapan yang harus disiapkan tersebut antara lain meliputi :
1.    Reconnaissance, yaitu penentuan lokasi secara garis besar ditentukan secara hati-hati pada peta-peta skala kecil dan dari foto udara dan penjelajahan lapangan.
2.    Preliminary, yaitu survei yang dilakukan pada lokasi terpilih dan pada survey ini dilakukan penentuan titik kontrol kerangka peta dan sudah ditentukan metode pengukuran yang paling efisien.  Pada tahapan ini biasanya juga dihitung kebutuhan logistik, masa kerja dan target yang harus dicapai setiap hari kerja.
Dengan adanya persiapan yang matang dan juga kesiapan fisik dan mental dari surveyor, maka diharapkan agar tugas pengukuran dapat dilaksanakan secara baik, teratur, berkeseinambungan dan selesai tepat waktu.
2.3     Kerangka Kontrol Peta.
          Penentuan kerangka kontrol peta adalah salah satu tahapan yang harus dilaksanakan dalam proses pembuatan peta topografi. Adapun kerangka kontrol peta terbagi atas dua macam yaitu: kerangka kontrol vertikal dan kerangka kontrol horizontal.
2.3.1   Kerangka Kontrol Horizontal
          Selain penentuan kerangka kontrol horizontal (KKH), pembuatan peta topografi, kerangka kontrol horizontal juga sangat penting. Pengukuran kerangka kontrol horizontal biasanya dilakukan dengan metode :
a.    Metode Triangulasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui sudutnya ),
b.    Metode Trilaterasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui jaraknya),
c.    Metode Poligon (rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak).
          Dalam laporan praktikum ini akan dijelaskan mengenai pengukuran kerangka kontrol horizontal menggunakan metode poligon. Dalam pengukuran dengan menggunakan metode poligon terdapat tiga data, yaitu: sudut, jarak, azimuth.
2.3.1.1   Pengukuran Sudut
          Sudut adalah bentuk yang terjadi akibat adanya 2 garis yang membentuk suatu lengkungan dan menghasilkan sebuah nilai.
          Metode pengukuran sudut dapat menjadi 2(dua) yaitu :
-   Sudut tunggal
   Pada pengukuran sudut tunggal hanya didapatkan satu data ukuran sudut horizontal.


 
Sudut tunggal
-   Sudut ganda
   Sudut ganda disebut juga dengan pernyataan seri. Sudut suatu seri didapatkan dua data ukuran sudut, yaitu data ukuran sudut pada kedudukan biasa dan data ukuran sudut pada kedudukan luar biasa.


 

   Adapun cara pengukuran sudutnya :

   Pada titik 1 dimana alat didirikan, teropong diarahkan ke titik 4 dengan tidak perlu mengesetkan 0000’00” lalu dibaca bacaan skala piringan horizontalnya. Setelah itu arahkan kembali teropong ke titik 2, baca bacaan piringan horizontalnya. Untuk mendapatkan sudutnya yaitu dengan  mengurangkan bacaan piringan horizontal pada titik 2 dan 4.  Untuk mengontrol sudut tersebut perlu dilakukan pembacaan skala piringan horizontal luar biasa pada titik-titik tersebut sehingga didapatkan 4 sudut (pengukuran 1 seri rangkap).Cara ini disebut juga cara reitrasi.

2.3.1.2   Pengukuran jarak

          Pengukuran jarak untuk kerangka kontrol peta, dapat dilakukan dengan cara langsung menggunakan alat sederhana yaitu roll meter atau dengan alat sipat datar yaitu jarak optis, sedangkan untuk mendapatkan data jarak yang lebih teliti dibandingkan dengan dua cara yang ada, data jarak didapat juga dengan alat pengukur jarak elektonis EDM ( elektro distance measurement ).

A. Pengukuran jarak langsung

          Dalam pengukuran kerangka kontrol horisontal yang digunakan adalah jarak langsung, dalam pengukuran jarak langsung perlu dilakukan pelurusan apabila roll meter yang digunakan tidak menjangkau dua buah titik yang sedang diukur.


Keterangan :
1 ; 2     =  titik kontrol yang akan diukur
1’  ; 2’  =  titik bantuan untuk pelurusan
d          =  jarak
d12   = dtotal   = d1+d2+d3
 






B. Pengukuran jarak optis

          Pengukuran jarak optis adalah pengukuran jarak secara tidak langsung karena dibantu dengan alat sipat datar atau theodolite dan rambu ukur. Dimana pada teropong alat terdapat tiga benang silang, benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb) yang merupakan data untuk mendapatkan jarak.
D = (ba - bb) x 100                                       ; untuk sipat datar.
D = (ba - bb) x 100 x sin2aZ             ; untuk theodolite  
                                    





















2.3.4    Kerangka Kontrol vertikal.
          Dalam melakukan pengukuran kerangka kontrol vertikal dapat dilakukan dengan metode barometris, tachimetri, dan metode water pass.
          Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai penentuan kerangka kontrol vertikal dengan menggunakan metode waterpass.
2.3.4.1 Pengukuran Waterpass (Levelling)
     Waterpass (level/sipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik yang berdekatan yang ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditujukan  ke rambu-rambu ukur yang vertikal.  Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut waterpassing atau levelling. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan beda tinggi suatu titik yang akan ditentukan ketinggian ketinggiannya berdasarkan suatu sistem referensi atau bidang acuan.  Sistem referensi yang dipergunakan adalah tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level) atau sistem referensi lain yang dipilih.
        Macam-macam pengukuran beda tinggi antara lain adalah sebagai berikut ini:        
a.    Pengukuran beda tinggi dengan waterpass/sipat datar
     Pada cara ini didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong yang dibuat horizontal dengan menggunakan gelembung nivo.


 











         Dimana:  Ba       = pembacaan skala rambu untuk benang atas
                        Bt      = pembacaan skala rambu untuk benang                         tengah
                        Bb      = pembacaan skala rambu untuk benang bawah
                        Bt_A  = pembacaan skala rambu untuk benang tengah            dititik A
                        Bt_B  = pembacaan skala rambu untuk benang tengah           dititik B
                        Dh AB = beda tinggi titik A dan B
     Persamaan di atas merupakan persamaan dasar untuk penentuan beda tinggi dengan cara sipat datar. Hasil pengukuran beda tinggi digunakan untuk menentukan tinggi titik terhadap titik tetap atau bidang acuan yang telah dipilih. Tinggi titik hasil pengukuran waterpass terhadap titik acuan dihitung dengan rumus:
                                Hb = Ha + DhAB
        Dimana:
        Hb       : tinggi titik yang akan ditentukan
        Ha       : tinggi titik acuan
        Dh AB : beda tinggi antara A dan B
     Ada berbagai macam cara penentuan tinggi titik dengan menggunakan waterpasing atau sipat datar, salah satunya yaitu:
1.      Waterpasing memanjang / waterpasing berantai.
      Waterpasing memanjang mempunyai tujuan untuk menentukan tinggi titik secara teliti. Waterpasing memanjang ini diperlukan dalam pengukuran kerangka
kontrol vertikal, misalnya penentuan tinggi titik poligon.








 













     Pada pengukuran waterpasing memanjang, pengukuran dibagi menjadi beberapa slag. Beda tinggi antara A dan B merupakan jumlah beda tinggi dari semua slag. Beda tinggi A dan B dapat dihitung sebagai berikut :
     DhA1      = BtbA – Btm1
     Dh12       = Btb1 – Btm2
     Dh23       = Btb2 – Btm3


     Dhnn       = Btbn - Btmn
     DhAB     = SDhnn          = SBtbn - SBtmn
     Keterangan rumus diatas :
Dh      : beda tinggi
Btb     : pembacaam skala rambu ukur untuk benang tengah               belakang
Btm    : pembacaam skala rambu ukur untuk benang tengah               muka
S                : jumlah
D        : jumlah jarak pengukuran dalam kilo meter


 











Syarat-Syarat Waterpass adalah:
1. Garis bidik sejajar dengan garis arah nivo.
2. Garis arah nivo tegak lurus pada sumbu satu.
3. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu satu

2.4     Azimuth Matahari
          Azimuth adalah suatu sudut yang dibentuk meridian yang melalui pengamat dan garis hubung pengamat sasaran, diukur searah jarum jam positif dari arah utara meridian.
Macam-macam azimuth:
v   Azimuth magnetis adalah azimuth yang diperoleh dengan bantuan kompas atau bosulle.
v   Azimuth astronomis adalah azimuth yang diperoleh dengan melakukan pengamatan benda-benda langit.
Ada dua cara yang sering digunakan untuk menentukan azimuth, yaitu:
a.            Penentuan azimuth magnetis dilakukan dengan menggunakan kompas
b.           Penentuan azimuth astronomis dilakukan dengan alat yang dinamakan geotheodolite. Untuk menentukan azimuth astronomis dengan pengamatan matahari dapat dilakukan dengan metode tinggi matahari dan metode sudut waktu.
          Di bawah ini akan diuraikan penentuan azimuth garis dengan pengamatan matahari metode tinggi matahari., dengan cara menadah bayangan  matahari menggunakan kuadran sehingga didapatkan bayangan matahari yang jelas.
Dalam penentuan azimuth astronomis ada 3 metode :
1.    Metode Sudut Waktu
Pada metode ini, bayangan matahari harus diamati sepasang (pagi dan sore hari) dengan anggapan bahwa deklinasi matahari pagi dan sore adalah sama. Kesulitan dalam metode ini adalah tingkat kegagalanya lebih besar.
2.    Metode Tinggi Matahari
Pada metode ini dilakukan pengukuran tinggi matahari yang biasa dilakukan dengan cara:


a.    Dengan Filter Gelap
     Pada pengamatan ini filter dipasang di okuler teropong, sehingga pengamat dapat langsung membidik kearah matahari.
b. Dengan Prisma Roelofs
     Pada pengamatan ini prisma roelofs digunakan apabila teropong tidak memiliki lingkaran dan titik filter. keistimewaan lain dari alat ini adalah pengamatan dapat menempatkan benang silang pada tepi-tepi matahari dengan mudah.
c. Dengan Azimuth Magnetis
     Pada metode ini tabular kompas dapat dilekatkan dengan mudah pada theodolite. Dengan terlebih dahulu teropong diarahkan kesalah satu titik yang lain. Sebagai titik ikatnya (misalnya poligon), dalam hal ini dimaksudkan untuk pengesetan nol derajat pada skala piringan horizontalnya, lalu setelah itu teropong diputar kembali sedemikian rupa hingga menunjuk arah utara magnetis.









 







          Penentuan azimuth dengan pengamatan tinggi matahari sering kali ditemukan kesalahan-kesalahan, yaitu:
a.       Kesalahan paralaks, yaitu kesalahan yang disebabkan karena pengamatan dilakukan dari permukaan bumi, sedangkan hitungan dilakukan dari pusat bumi.








Gambar 2.7
Kesalahan paralaks
 
 










Besarnya koreksi karena kesalahan paralaks, yaitu
P = 8, 8 x Cos hu
Dimana:    P          :  koreksi paralaks
                 hu        :  tinggi matahari

b.      Refraksi astmosfer, yaitu kesalahan karena terjadinya pembelokan sinar yang melewati lapisan atmosfer dengan kerapatan yang berbeda.


 








Besarnya koreksi akibat refraksi atmosfer:
r     = rm x Cp x   Ct 
Cp = p / 760 
Ct   = 283 / (273 + t) 

Dimana   :        r           :  sudut refraksi atmosfer
                        rm        :  koreksi normal pada 100 C, 760 mm Hg
                                       dan kelembaban 60 %
                        p          :  tekanan udara ( mm Hg )
                        t           :  suhu udara  (0 C)
1.    Jika pembidikan matahari tidak dilakukan pada titik pusatnya maka perlu diberikan diametral :








( Koreksi ½ d )
Gambar 2.9
Persinggungan Matahari dengan benang silang theodolit
 
 











Koreksi diameter diberikan pada tinggi matahari (h) dan sudut horizontal (s). 
Besarnya diametral:  dh = ½ d dan ds = ½ d
Dimana:    dh = koreksi diametral untuk tinggi matahari ukuran
                                 ds =  koreksi  diametral untuk sudut horizontal
Setelah diberikan koreksi adanya kesalahan paralaks, refraksi atmosfer dan diametral,maka tinggi matahari terkoreksi adalah :
                                                h = hu + p – r ±  ½ d                        
                        Dimana   :        h          = tinggi matahari terkoreksi
                                                hu        =  tinggi matahari ukuran
                                                p          = koreksi paralaks
                                                r           = koreksi refraksi atsmosfer
                                                d          = koreksi diametral
2.    Koreksi untuk sudut horizontal :
Sin ½ d  /  Sin ½ d  =  Sin 900 / Sin Z
½ d  /  ½ d  =  1 / Sin Z,  dan  Z  =  900  - h
½ d  =  ½ d / Cos h  
        Dimana:         
                    d = diameter                 h = tinggi pusat matahari
                    Z = zenith
3.    Cara mencari deklinasi (d )
Swp = WP – 07 00 00 (pagi hari)
Pd     = Dd x swp
d (d)   = d ( pada jam 07 00 00 ) + Pd
Dimana:           Swp = selisih waktu pengamatan
                        Pd     = perbedaan deklinasi
                        wp    = waktu pengamatan
2.5     Pengukuran Poligon
Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak.  Rangkaian titik tersebut dapat diguakan sebagai kerangka peta.  Koordinat titik tersebut dapat dihitung dengan data masukan yang merupakan hasil dari pengukuran sudut dan jarak.  Posisi titik-titik di lapangan dapat ditentukan dengan mengukur jarak dan sudut ke arah titik kontrol.  Posisi titik-titik kontrol haruslah mempunyai ketelitian yang tinggi dan distribusinya dapat menjangkau semua titik.
Berdasarkan bentuk geometrisnya, poligon dapat dibedakan atas poligon terbuka dan poligon tertutup.

2.5.1 Poligon Tertutup

         Merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir berada pada titik yang sama.


 







                       

Ket :     1,2,3,…         : titik kontrol poligon
                                    D12,d23….   : jarak pengukuran sisi poligon
                                    S1,S2,S3,…   : sudut pada titik poligon

Persyaratan geometris yang harus dipenuhi bagi poligon tertutup :
1.              SS + F ( S )                 =  ( 2 ) x 1800
2.              Sd sin  A + F ( X )     =  0
3.              Sd cos A + F ( Y )      =  0
Ket:
        SS                        : jumlah sudut
        Sd sin a   : jumlah DX
        Sd cos a  : jumlah DY
        F(S)          : kesalahan sudut
        F(X)         : kesalahan koordinat X
        F(Y)         : kesalahan koordinat Y
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelesaian poligon:
1.    Jarak, sudut, azimuth rata-rata dihitung dari data ukuran :
     Dimana:          
          X         :  data ukuran rata-rata
          Xi        :  data ukuran ke-I
          n          :  jumlah pengukuran
2.    Besar sudut tiap titik hasil setelah koreksi
S’ = S + F [F(S) / n]
Dimana:          
      S’         :  sudut terkoreksi
      S          :  sudut ukuran
3.    Azimuth semua sisi poligon dihitung berdasarkan azimuth awal dan sudut semua titik hasil koreksi (S’) :
a.    Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon searah dengan jarum jam, rumus yang digunakan :
            An.n+1 = (An-1.n + 1800) - Sd’
            An.n+1 = (An-1.n + Sl’) – 1800
b.   Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon berlawanan dengan arah jarum jam, rumus yang digunakan :
            An.n+1 = (An-1.n + Sd’) – 1800
            An.n+1 = (An-1.n + 1800) – S1
     Dimana :    
            n                      :  nomor titik
            An.n+1             :  azimuth sisi n ke n+1
            An-1.n              :  azimuth sisi n-1 ke n
            Sd’                  :  sudut dalam terkoreksi
            Sl’                    :  sudut luar terkoreksi
4.    Koordinat sementara semua titik poligon,  rumus yang digunakan :
Xn = Xn-1 + d Sin An-1.n
Yn = Yn-1 + d Cos An-1.n
     Dimana:          
     Xn, Yn             :  koordinat titik n
     Xn-1, Yn-1      :  koordinat titik n-1
5.    Koordinat terkoreksi dari semua titik poligon dihitung dengan rumus :
Xn = Xn-1 + dn Sin An-1.n + (dn / Sd) x F(X)
Yn = Yn-1 + dn Cos An-1.n + (dn / Sd) x F(Y)
Dimana:          
   n                                  :  nomor titik
        Xn, Yn                                    :  koordinat terkoreksi titik n
        Xn-1.n , Yn-1.n           :  koordinat titik n-1
        dn                                :  jarak sisi titik n-1 ken
        An-1                            :  azimuth sisi n-1 ken
6.    Ketelitian poligon dinyatakan dengan :
a.      F(L) = [ F(X)2 + F(Y)2 ]1/2
      K = Sd / F (L)
        Dimana:         
                    F (L)    :  kesalahan jarak
                    F(X)    :  kesalahan linier absis
                    F(Y)    :  kesalahan linier ordinat
                    Sd        :  jumlah jarak
                    K         : ketelitian linier poligon
b.        Kesalahan azimuth.
Eb = Arc Tan (DX / DY)
2.6     Pengukuran Detail
Yang dimaksud dengan detail atau titik detail adalah semua benda-benda di lapangan yang merupakan kelengkapan daripada sebagian permukaan bumi.  Jadi, disini tidak hanya dimaksudkan pada benda-benda buatan seperti bangunan-bangunan, jalan-jalan dengan segala perlengkapan dan lain sebagainya. Jadi, penggambaran kembali sebagian permukaan bumi dengan segala perlengkapan termasuk tujuan dari pengukuran detail, yang akhirnya berwujud suatu peta.  Berhubung dengan bermacam-macam tujuan dalam pemakaian peta, maka pengukuran detailpun menjadi selektif, artinya hanya detail-detail tertentu yang diukur guna keperluan suatu macam peta.
Tahap-tahap pengukuran detail:
1.    Pengukuran Posisi Vertikal
               Pada pengukuran posisi vertikal dilakukan dengan menggunakan alat ukur theodolite sehingga memungkinkan untuk menentukan posisi vertikal dan horisontal dari titik detail secara bersamaan (metode tachimetri).







 









Gambar 2.11
Pengukuran Posisi Vertikal
 

Rumus:
                      Dm  = ( Ba – Bb ) x 100 . sin z

                      Dm = ( Ba – Bb ) x 100 . cos h

                      Dd  = Dm . sinz       
                      Dd = Dm . cos2 h
                             Dh  = Ti + Dm Sin aZ – Bt
                      H1 = HA + DhA1
Dimana:        
Dm    : jarak miring
Ba     : pembacaan skala rambu ukur untuk benang atas
Bb     : pembacaan skala rambu ukur untuk benang bawah
Z       : zenith                               
Dh     : Beda tinggi
h        : heling                               
aZ     : sudut zenith
Dd     : jarak datar            
H       : elevasi
2.    Pengukuran Posisi Horizontal
               Pada pengukuran posisi horizontal dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode polar dan radial.  Pengukuran metode polar menggunakan grid – grid yang digunakan untuk membantu pengukuran detail.  Titik-titik detail pada grid diukur dari titik poligon tempat berdiri alat.








 



















     Pengukuran posisi horizontal dengan metode radial tidak menggunakan bantuan grid-grid, titik-titik detail langsung diukur dari titik poligon tempat berdiri alat ke titik detail yang akan dipetakan.










2.7     Penggambaran Peta
Dalam penggambaran peta biasanya dilaksanakan beberapa tahapan, yaitu:
a.    Penyiapan grid peta
     Penyiapan nilai absis (x), dan ordinat (y) dari grid-grid peta.
b.    Plotting titik-titik kerangka kontrol peta
·      Koordinat titik-titik poligon (KKH)
·      Elevasi titik poligon (KKV)
c.    Plotting titik-titik detail
     Plotting titik-titik detail dapat dilakukan dengan Cara:
·      Cara Grafis: posisi horizontal dari titik-titik detail digambar secara langsung dengan bantuan alat-alat gambar (busur derajat dan penggaris skala), dan posisi vertikal titik detail langsung diplot dari hasil hitungan datanya.
·      Cara numeris /digital: penggambaran titik-titik detail dengan menggunakan komputer.
d.    Penggambaran obyek (detail)
     Penggambaran titik-titik detail dapat dilakukan dengan menggunakan busur derajat dan mistar skala.  Pusat busur diletakkan tepat pada titik tempat alat (P) dan skala busur diarahkan ke sumbuY.  Bila sudut yang dibaca adalah azimuth, maka bacaan titik poligon harus disesuaikan dengan skala sudut pada busur derajat.  Sedangkan titik detail yang lain dapat diplot sesuai dengan pembacaan sudut horizontal dengan pembacaan sudut horizontal dan jaraknya.


 










e.    Interpolasi garis kontur
§  Garis-garis kontur tidak pernah berpotongan
§  Ujung-ujung garis kontur akan bertemu kembali
§  Garis-garis kontur yang semakin rapat menginformasikan bahwa keadaan permukaan tanah semakin terjal
§  Garis-garis kontur yang semakin jarang menginformasikan bahwa keadaan permukaan tanah semakin datar/landai.


 











Gambar 2.15
Interpolasi Garis Kontur
f.      Penggambaran Kontur
     Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama di permukaan bumi, atau dengan kata lain garis permukaan tanah yang mempunyai ketinggian tertentu. Pada peta garis kontur, kontur digambarkan sebagai garis lengkung yang menutup artinya garis kontur, kontur digambarkan sebagai garis lengkung yang menutup artinya garis kontur tersebut tidak mempunyai ujung pangkal akhir. Interval garis kontur tergantung oleh skala peta tersebut.




1.    Sifat-sifat garis kontur : Bentuk kontur sungai
       

                                                    
2.    Bentuk kontur danau


A = Elevasi Minimum
B = Elevasi Maximum
A < B
 







3.   Bentuk kontur gunung/bukit







A = Elevasi Minimum
B = Elevasi Maximum
A < B
 

 







4.   Bentuk kontur jalan











Text Box: 905.500Text Box: 905.750Text Box: 905.250Text Box: 905.000Text Box: 905.000Text Box: 905.250Text Box: 905.500Text Box: 905.750Text Box: 905.750 










Gambar 2.16
Penggambaran garis kontur

Keterangan gambar:
                                              = Garis kontur
       500.500, 500.750…       = Indeks kontur dengan interval kontur 0, 25